Saat
ini aku lagi ndengerin lagu tare zameen par. Sedih banget ndengerin lagu yg
satu ini. Soalnya setiap kali aku dengar lagu ini, pasti aku membayangkan
adegan film yg dilakukan oleh Ihshaan. Pastilah, jika diantara kalian2 yang
sudah pernah melihat film ini, pasti paham akan maksud dan peran yang
kubayangkan ini. Aku boleh jujurkan? Aku menulis dan merangkai kata2 ini sambil
menitihkan air mata yang susah buat dihentiin. Selain karena aku ingat akan
adegan film ini, ada factor lain. Kan lagu ini diperankan ketika Ihshaan
dikirim ke suatu asrama anak karena dia anaknya sangatlah bandel, Ihshan rupanya
juga merasa belum bisa mengerti bagaimana cara menulis yg baik dan benar. Beda dgn
kakak laki2nya, kakaknya Ihshan sangatlah pandai dan tak nakal seperti Ihshaan.
Oya, factor lainnya yg membuatku nangis ini adalah kisah adekku Rahmad
yang
dulu pernah di pondokkan di salah satu pondok di Jogja. Letaknya itu tak begitu
jauh dari sekolah yang saat ini dia sekolahi yaitu MTsN 1 Lab. UIN. Jadi dulu
ceritanya gini, setelah lulusan SD Rahmad telah meminta untuk di pondokkan di
Jawa Tengah *aku lupa namanya*. Ketika waktu liburan pun, kami sekeluarga
menyempatkan diri untuk melihat keadaan pondok yg akan ditempati adekku itu. Subhanallah
pondoknya besar sekali dan tampak gagah. Warna dari pondok itu adalah hijau :p.
Tapi? Tapi? Ketika kami melihat sekitar asrama itu, masya’ Allah, tempat itu
nampak seperti tempat yang tak berpenghuni. Kosong, tak ada segilintir murid yg
berhiruk pikuk di sana. Padahal orang tuaku sudah bertekad dan setuju untuk
memondokkan adekku di sana. Daaan ? yang tak di sangka dan dinyana, tiba2
adekku berkata, “Buk? Aku nggak mau mondok di sini! Di sini gak enak , gak ada
temennya!”. Ibukku pun agak syok mendengar perkataan konyol yg barusan Rahmad katakan,
“Lha kenapa le? Gimana to kamu?”. Yaah, jadi beginilah resikonya jika tak tepat
waktunya. Jadi ortuku membawa Rahmad ke pondok itu salah momen. Kan waktu itu
waktu liburan, ya otomatis semua murid yang berasrama di sana pulang ke
daerahnya masing2 -_- . Yasudah, akhirnya Rahmad batal mondok di sana, dan kita
pulang tanpa membawa hasil apa pun. Oke kira2 seminggu setelahnya, kedua ortuku
mencarikan pondok yg ada di Jogja, dan akhirnya nemu, ya itu tadi yang berada
tak jauh dari sekolah MTsnya itu. Ketika dibujuk lagi, yg pada awalnya adekku
gak mau masuk pondok, akhirnya dia mau lagi. Ibuk menyiapkan semua, semua, dan
semuuaa yang diperlukan untuk Rahmad sekolah dan untuk tinggal di pondoknya
kelak. Beberapa hari kemudian, kami sekeluarga mengantarkan Rahmad ke pondok
itu. Pondok itu baru di rintis di Jogja, jadi belum selesai di bangun gitu deh.
Masih belum begitu layak dikatakan kalo itu adalah sebuah pondok *menurutku*. Kami
pun melihat2 keadaan pondok itu, aku, mbakku, dan ibuku, mengantarkan Rahmad ke
kamarnya. Kamarnya berada di atas, Ibu dan mbakku merapihkan semua keperluan
Rahmad yang sudah di bawa dan ditata di ruangan itu. Rahmad di sana belum
mendapatkan almari, jadi terpaksa dia harus menumpang di almari milik yang tak
lain adalah calon teman sekamarnya. Sedangkan aku dan Rahmad melihat2 keluar
ruangan. Rahmad mengajakku ke dekat tangga, dan di sana subhanallah
pemandangannya sangatlah indah *menurutku*. Dan Rahmad pun mengatakan sesuatu
kepadaku. “Mbak, dari sinikan kelihatan jalan keluar to, aku pingin kamu besok
sepedaan sama Rangga, Ian, Billy, mb Rika, sama mb Retta ke sini ya?”. Aku sakjane
ketika itu pengen nangis dan memeluk adekku ketika itu. Tapi aku berusaha
tegar, agar aku bisa menjawab pertanyaan adekku itu. Aku merasa sedih dan akan
sangat merasa kehilangan sesosok adekku yang bandel itu. *aku nangis lagi broo
sekarang* T.T
Aku
pun menjawab dengan senyum palsuku ketika itu, “Ho.olah Mat pasti! Eh, Mat, aku
mbawa permen nih, nih buat kamu! *di dalam hati aku mau nangis* “Makasih mbak.”
Entahlah, bagaimana perasaan Rahmad ketika itu, tapi aku sepertinya bisa
merasakan bagaimana perasaannya. Aku sebenernya tak tega melihat Rahmad yg
harus di pondok. Tapi apa mau dikata. Mbak dan Ibuku sudah selesai merapihkan
barang bawaan adekku. Dan kami pun ke bawah, di sana ada sesosok anak kecil laki2,
yg hendak menunggu adzan dzuhur berkumandang. Aku, bapak, Mbak, dan ibukku pun
pamit kepada yang memilki pondok itu. Kami pun akhirnya pulang. Sebelum pulang
kami bersalaman dan pamit *mungkin* untuk terakhir kalinya kita bertemu. Ketika
kupegang tangan adekku itu, aku sempat meneteskan air mata, tapi dengan segera
aku lap air mataku itu. Ketika Ibukku memberikan pelukan buat adekku itu, Rahmad
agak sedikit menolaknya, entah knp aku bisa merasakan jika terlalu lama didekap
ibu nanti di bisa menangis. Aku hanya bisa tersenyum melihat kejadian itu. Dan
pulanglah kami, ke rumah dengan perasaan yang tak menentu ini. Naah, persis
seperti kisahnya Ihshaan, Ibu dan kakaknya ketika sepanjang perjalanan pulang,
mereka terus2an menangis. Tak beda dengan aku, aku di sepanjang perjalanan
mengalirkan air mata kesedihanku ini. Entah ketika itu, tak bisa menghentikan
air mataku ini. Oya, ketika kami meninggalkan Rahmad di sana, dia berusaha untuk
ngobrol sama anak kecilnya tadi. Aku nggak bisa melepaskan pandanganku untuk
terakhirnya ke Rahmad T.T . Dan ketika sudah sampai di rumah, aku langsung ke
kamar mandi, aku meluapkan seluruh air mataku yang tak kunjung habis itu, aku
menyiasati dengan menggigit kaosku, agar suara tangisanku tak terdengar oleh
siapapun. Setelah sekian lama aku di kamar mandi, aku pun memutuskan untuk
keluar dari sana. Ketika aku melaksanakan sholat ashar, terdengar sayup2
tangisan Ibuku, karena hilangnya karakter adekku di rumah. Yang biasanya ada
yang nakal, rame, sering main hingga lupa waktu itu kini telah hilang karakter
itu. Ketika aku sholat tiba2 jatuh lagi air mataku. Aku tak bisa menahannya
lagi.
Ya,
hari demi hari telah kami lalui tanpa seorang adek, anak, dan bocah yang bandel
itu. Dan dengan perlahan kami bisa terbiasa dengan keadaan yang seperti ini.
Toh, inikan juga buat kebaikan Rahmad juga. Entah bagaimana, keadaan Rahmad
pada waktu itu. Kami hanya bisa berdoa, agar dia selalu sehat dan tabah. Ya,
walaupun pondoknya di daerah Jogja, kami merasa sangat jauh dengan dia.
****
Setelah
kita beradaptasi dgn keadaan ini, suatu hari Rahmad membuat kelakuan yg enggak2! Itu membuat kami syok! Yang tak
disangka dan dinyana, dia bisa2nya dan berani2nya melakukan hal konyol itu!
Jadi ceritanya gini…
0 komentar:
Posting Komentar